Rakor Penanganan Titik Buangan Sampah Liar di Cokrodiningratan

Pada hari Kamis, 14 September 2023 di Aula Kelurahan Cokrodiningratan Kemantren Jetis diselenggarakan kegiatan Rapat Koordinasi Penanganan Titik Buangan Sampah Liar di Cokrodiningratan. Hadir dalam kegiatan tersebut adalah Mantri Pamong Praja Jetis, Rini Rahmawati, S.IP., M.IP, Lurah Cokrodiningratan, Andityo Bagus Baskoro, ST., M.Eng., Satuan Polisi Pamong Praja, Wadji Pranowo, S.Sos dan dari Dinas Lingkungan Hidup Kota Yogyakarta, Nurul Agustina, S.Si..

Acara Rakor Penanganan Titik Buangan Sampah Liar di Cokrodiningratan dihadiri oleh Linmas Cokrodiningratan, FKPT Cokrodiningratan, FKPT Jetisharjo dan FKPT Cokrokusuman serta Relawan dari Komunitas Tugu.
Dalam sambutannya Mantri Pamong Praja Jetis, mendukung diselenggarakannya kegiatan ini karena hasil rakor ini akan menjadi acuan dalam penanganan pembuangan sampah liar di wilayah Kemantren Jetis.
Pada prinsipnya dalam penanganan pelanggar pembuang sampah tidak pada tempatnya kedepankan sanksi sosial terlebih dulu baru jika memang bandel dan nekat, bisa menggandeng PPNS Satpol PP Kota Yogyakarta untuk dituntut dengan pelanggaran Tindak Pidana Ringan di PN Yogyakarta sesuai dengan Perda No. 10 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah.

Dinas Lingkungan Hidup Kota Yogyakarta yang diwakili oleh Ahli Pertama Pengendali Dampak Lingkungan, Nurul Agustina, S.Si., menerangkan bahwa Kedaruratan Sampah di Daerah Istimewa Yogyakarta terjadi dikarenakan TPA Piyungan yang biasanya bisa menerima Produksi Sampah Kota Yogyakarta yang akhir Desember 2022 saja, berada di kisaran 300 ton/hr.
Namun akibat perbaikan Zona Transisi 1 dan Zona Transisi 2, Kapasitas TPA Piyungan menjadi berkurang. Melalui Gerakan Zero Sampah Anorganik (GZSA) yang dilakukan oleh masyarakat Kota Yogyakarta melalui Bank Sampah dari bulan Januari hingga Juni 2023, volume sampah yang dibuang ke Piyungan turun 85 ton/hr menjadi 215 ton/hr. Darurat sampah di Kota Yogyakarta dan DIY ini terjadi karena Kapasitas TPA Piyungan yang saat ini hanya mampu menerima 100 ton/hr.
Padahal ada 215 ton/hr yang masih perlu penanganan, sehingga masih ada pekerjaan rumah 115 ton/hr yang perlu mendapatkan perhatian. Oleh sebab itu Gerakan Zero Sampah Anorganik perlu ditingkatkan lagi melalui Gerakan MBAH DIRJO RESIK (Mengolah Limbah dan Sampah Organik melalui Biopori ala Jogja serta Mengumpulkan Residu Plastik). Gerakan MBAH DIRJO RESIK mengenal 3 jenis Biopori yang direkomendasikan yaitu: Biopori Reguler dengan kapasitas 0,4 kg/hr; Biopori Jumbo dengan kapasitas 3,2 kg/hr; Biopori Darurat dengan kapasitas 16 kg/hr. 
Satpol PP Kota Yogyakarta yang diwakili dari Bidang Penegakan Peraturan Perundang-undangan, Wadji Pranowo, S.Sos. menyampaikan bahwa penegakkan hukum mutlat diperlukan setelah kegiatan edukasi dan sosialisasi tidak henti-hentinya dilakukan oleh Pemerintah Kota Yogyakarta.
Kita tidak ingin citra Kota Yogyakarta sebagai Kota Pariwisata dan Pendidikan musnah gara-gara timbulan sampah liar yang ada di pinggir jalan protokol akibat abainya masyarakat terhadap peraturan. Apalagi saat ini TPS/Depo DLH telah buka selama 6 jam dari jam 06.00 sd 12.00 WIB di 17 Titik Depo/TPS di seluruh Kota Yogyakarta.

Akhirnya Rapat Koordinasi ditutup dengan beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Kegiatan Sosialisasi, Edukasi dan Pelatihan akan terus dilaksanakan oleh Kelurahan Cokrodiningratan kepada masyarakat
2. Terkait dengan keberadaan titik pembuangan sampah liar, masyarakat dan komunitas diharapkan mulai aktif menjalankan ronda di wilayah yang sering dipakai sebagai tempat pembuangan sampah liar.
3. Jika menemui pelanggar pembuang sampah jangan langsung didenda uang, terapkan sanksi sosial lainnya selain denda uang.
4. Jika memang sudah membandel, bisa berkoordinasi dengan PPNS Satpol PP dan BKO Satpol PP Kemantren Jetis untuk bisa dibuatkan Surat Panggilan ke PN Yogyakarta terkait Tindak Pidana Ringan pelanggaran Perda No. 10 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah.