Peningkatan Kapasitas SDM Pokjanis Sumbu Filosofis Dinas Kebudayaan DI Yogyakarta Tahun 2023
Dalam rangka meningkatkan kapasitas sumber daya manusia bagi Kelompok Kerja Teknis (Pokjanis) Sumbu Filosofi maka Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta menyelenggarakan Kegiatan Peningkatan Kapasitas SDM Pokjanis Sumbu Filosofi Dinas Kebudayaan DI Yogyakarta yang diselenggarakan 9 sd 11 Oktober 2023.
Selama 3 hari peserta yang sebagian besar adalah Kelompok Kerja Teknis (Pokjanis) Kawasan Sumbu Filosofi yang meliputi wilayah-wilayah di Kemantren Jetis (Kelurahan Cokrodiningratan dan Gowongan), Kemantren Danurejan (Kelurahan Suryatmajan), Kemantren Gedongtengen (Kelurahan Sosromenduran), Kemantren Gondomanan (Kelurahan Ngupasan dan Kelurahan Prawirodirjan), Kemantren Kraton (Kelurahan Kadipaten, Panembahan, Patehan), Kemantren Mantrijeron (Kelurahan Suryodiningratan dan Mantrijeron), Kapanewon Sewon (Kal. Panggungharjo), Kapanewon Imogiri (Kal.Girirejo, Wukirsari, Imogiri). Selain itu juga ada perwakilan dari Kraton, Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah X, UPT Pengelola Kawasan Cagar Budaya serta Dinas Kebudayaan Bantul.
Pada hari pertama yang diselenggarakan di Hotel Grand Zuri yaitu tanggal 9 Oktober 2023, dibuka dengan Lagu Indonesia Raya setelah itu Pengantar oleh Ka Dinas Kebudayaan DI Yogyakarta.
Setelah itu disampaikan paparan oleh Pemateri 1 yaitu M. Panji Kusumah dengan materi yang berjudul Pembangunan Desa Berkelanjutan di Kawasan Sumbu Filosofi melalui peningkatan ketahanan budaya dan kontribusi budaya desa di tengah peradaban dunia.
Setelah itu dilanjutkan pemaparan pemateri ke 2 yaitu Nurpinto Hadi dengan materi Fotografi sebagai bentuk pendokumentasian dan publikasi ritual budaya/cagar budaya di Kawasan Sumbu Filosofi setelah itu acara ditutup dengan Teknikal Meeting untuk kegiatan di Museum Sangiran, Pura Mangkunegaran dan De Tjolomadoe.
Pada hari kedua, Selasa 10 Oktober 2023 dilaksanakan Studi Lapangan ke Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran, Jl. Sangiran Km 4, Kalijambe, Sragen, Jawa Tengah yang telah terlebih dahulu ditetapkan sebagai Warisan Budaya di Tahun 1996 oleh World Heritage Committe (WHC) UNESCO.
Disana dilaksanakan pemutaran film tentang Sangiran dan setelah itu dilaksanakan pemaparan oleh Pamong Budaya Ahli Madya pada Museum dan Cagar Budaya di Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran, Bapak Iskandar M. Siregar, S.Si., M.A.P.
Pada hari ke-3 dilaksanakan kunjungan ke Pura Mangkunegaran. Pura Mangkunegaran adalah istana tempat kediaman para raja atau adipati Mangkunegaran. Istana ini dibangun oleh Raden Mas Said atau Pangeran Sambernyawa, pendiri Mangkunegaran yang bergelar Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya (KGPAA) Mangkunegara I.
Pura Mangkunegaran didirikan oleh Raden Mas Said pada 1757, setelah menandatangani Perjanjian Salatiga. Berdasarkan perjanjian itu, Raden Mas Said diakui sebagai pangeran merdeka dengan wilayah otonom berstatus kadipaten yang disebut Praja Mangkunegaran. Raden Mas Said kemudian diangkat menjadi pendiri sekaligus penguasa pertama Mangkunegaran, dengan gelar Mangkunegara I, dan berkedudukan di Pura Mangkunegaran. Pembangunan istana, baik yang meliputi pendirian bangunan baru dan memperindah bangunan yang sudah ada, terus dilakukan oleh para penguasa Mangkunegaran selanjutnya. Misalnya pada 1886, Mangkunegara IV (1853-1881) melengkapi bangunan dengan menambah bangsal besi di sekeliling pendopo. Penyempuraan bangunan Pura Mangkunegaran sampai diperoleh bentuknya seperti sekarang dilakukan oleh Mangkunegara VII (1916-1944). Hingga saat ini, Pura Mangkunegaran menjadi salah satu objek wisata bersejarah di Surakarta yang banyak dikunjungi oleh wisatawan Nusantara ataupun mancanegara.
Setelah itu dilaksanakan kunjungan ke Museum De Tjolomadoe. De Tjolomadoe adalah wisata bekas pabrik gula yang dulunya bernama Colomandu. Pabrik gula Colomandu ini didirikan pada tahun 1861 oleh Mangkunegara IV.
Beberapa tahun setelahnya, pabrik gula ini mengalami perombakan arsitektur yang sampai saat ini belum banyak diubah. Setelah perombakan dilakukan, pabrik gula Colomandu harus ditutup karena menghadapi masalah krisis moneter yang saat itu terjadi di Indonesia.
Puluhan tenaga kerja diharuskan untuk pulang dari perantauannya dan meninggalkan pabrik yang sudah megah ini. Beberapa tahun berikutnya, pabrik ini terbengkalai begitu saja.
Sampai pada 20 tahun berlalu, sejumlah Badan Usaha Milik Negara mulai merevitalisasi dan menjadikan pabrik gula yang terbengkalai ini sebagai destinasi wisata yang keren. Alhasil, pabrik gula Colomandu menjadi objek wisata baru yang sangat populer. Namanya pun berganti menjadi De Tjolomadoe.
Meski dibiarkan terbengkalai selama beberapa tahun, tak ada sedikit pun kesan seram di bekas pabrik gula ini. Hanya ada kemegahan yang tata letaknya mampu menghipnotis siapa pun pengunjungnya. Berbagai titik dibuat begitu unik sehingga dapat dijadikan sebagai spot foto yang menarik dan tiada duanya.