I     BATAS WILAYAH
      Kota Yogyakarta berkedudukan sebagai ibukota Propinsi DIY dan merupakan satu-satunya daerah tingkat II yang berstatus Kota di samping 4 daerah tingkat II lainnya yang berstatus Kabupaten
      Kota Yogyakarta terletak ditengah-tengah Propinsi DIY, dengan batas-batas wilayah sebagai berikut
      Sebelah utara : Kabupaten Sleman
      Sebelah timur : Kabupaten Bantul & Sleman
      Sebelah selatan : Kabupaten Bantul
      Sebelah barat : Kabupaten Bantul & Sleman
     Wilayah Kota Yogyakarta terbentang antara 110o 2419II sampai 110o 28I 53II Bujur Timur dan 7o 15I 24II sampai 7o 4926II Lintang Selatan dengan ketinggian rata-rata 114 m diatas permukaan laut


II     KEADAAN ALAM
      Secara garis besar Kota Yogyakarta merupakan dataran rendah dimana dari barat ke timur relatif datar dan dari utara ke selatan memiliki kemiringan ± 1 derajat, serta terdapat 3 (tiga) sungai yang melintas Kota Yogyakarta, yaitu :
      Sebelah timur adalah Sungai Gajah Wong
      Bagian tengah adalah Sungai Code
      Sebelah barat adalah Sungai Winongo


III     LUAS WILAYAH
      Kota Yogyakarta memiliki luas wilayah tersempit dibandingkan dengan daerah tingkat II lainnya, yaitu 32,5 Km² yang berarti 1,025% dari luas wilayah Propinsi DIY
      Dengan luas 3.250 hektar tersebut terbagi menjadi 14 Kecamatan, 45 Kelurahan, 617 RW, dan 2.531 RT, serta dihuni oleh 428.282 jiwa (sumber data dari SIAK per tanggal 28 Februari 2013) dengan kepadatan rata-rata 13.177 jiwa/Km²


IV     TIPE TANAH
      Kondisi tanah Kota Yogyakarta cukup subur dan memungkinkan ditanami berbagai tanaman pertanian maupun perdagangan, disebabkan oleh letaknya yang berada didataran lereng gunung Merapi (fluvia vulcanic foot plain) yang garis besarnya mengandung tanah regosol atau tanah vulkanis muda Sejalan dengan perkembangan Perkotaan dan Pemukiman yang pesat, lahan pertanian Kota setiap tahun mengalami penyusutan.  Data tahun 1999 menunjukkan penyusutan 7,8% dari luas area Kota Yogyakarta (3.249,75) karena beralih fungsi, (lahan pekarangan)


V     IKLIM
      Tipe iklim "AM dan AW", curah hujan rata-rata 2.012 mm/thn dengan 119 hari hujan, suhu rata-rata 27,2°C dan kelembaban rata-rata 24,7%.  Angin pada umumnya bertiup angin muson dan pada musim hujan bertiup angin barat daya dengan arah 220°  bersifat basah dan mendatangkan hujan, pada musim kemarau bertiup angin muson tenggara yang agak kering dengan arah ± 90° - 140° dengan rata-rata kecepatan 5-16 knot/jam


VI     DEMOGRAFI
      Pertambahan penduduk Kota dari tahun ke tahun cukup tinggi, pada akhir tahun 1999 jumlah penduduk Kota 490.433 jiwa dan sampai pada akhir Juni 2000 tercatat penduduk Kota Yogyakarta sebanyak 493.903 jiwa dengan tingkat kepadatan rata-rata 15.197/km².  Angka harapan hidup penduduk Kota Yogyakarta menurut jenis kelamin, laki-laki usia 72,25 tahun dan perempuan usia 76,31 tahun.

VII     SEJARAH
        Kelurahan Cokrodiningratan : Kampung Cokrodiningratan, Cokrokusuman, dan Jetisharjo

1. Kampung Cokrodiningratan
Kampung Cokrodiningratan dari segi administratif terdaftar di wilayah Kecamatan Jetis. Ditelisik dari tradisi lisan, toponim Kampung Cakradiningratan berhubungan dengan ketokohan bangsawan di masa lampau, bukan mengacu pada suatu peristiwa ataupun kondisi alam. Diyakini bahwa kampung tersebut kala itu ditinggali tokoh aristokrat bernama Cakradingrat. Karena termasuk kaum darah biru dan punya status sosial yang tinggi, masyarakat lokal menyebut pemukiman yang ditempati orang yang ditokohkan tersebut dengan nama Cakradiningratan. Orang Jawa klasik mengakui bahwa ada makna mengikuti atau terbungkus pada setiap nama orang. Demikian pula dengan nama Cakradingrat yang diartikan Padmasusastra dalam kamus Bauwarna (1898) sebagai gegaman adi ing jagad (pusaka yang utama di duniadunia. Sedangkan nama Cakranagara berarti payunging nagara (memanyungi atau melindungi negara).

2. Kampung Cokrokusuman
Kampung Cokrokusuman adalah bagian dari Kelurahan Cokrodiningratan, Kecamatan Jetis. Ingatan kolektif warga menyebut Cakrakusuman di masa lampau merupakan kampung tempat tinggal KRT. Cakrakusuma. Menurut Toponim Kota Yogyakarta (2007), Cakrakusuma adalah abdi dalem yang ditugasi memberi makan burung. Maka, permukiman yang berada di sekitar dalem tersebut dinamakan Cakrakusuman. Dalam pemahaman orang Jawa, setiap nama mengandung makna. Demikian pula dengan asma Cakrakusuma, dalam kamus Bauwarna anggitan Padmasusastra (1898) artinya bebunderaning kembang (lingkaran bunga). Terselip unsur keindahan yang didambakan oleh orangtuanya pada sang buah hati.

3. Kampung Jetisharjo
Nama Jetis yang terdapat dalam Nama Kampung Jetisharjo berhubungan dengan dunia flora. Lema "Jethis" adalah sinonim dari kata "siyung". Kamus Bausastra Jawa yang disusun Poerwadarminta tahun 1939 menjelaskan dua arti yang terkandung dalam terminologi "siyung" : untu lancip (antarane bam karo untu ngarep) ; irah-irahan (penangan) ing bawang. Dari dua arti ini, yang sealur dengan sejarah lokal Kampung Jetis ialah perkara bawang. Tafsir historisnya, daerah tersebut di masa lampau ditumbuhi tanaman bawangbawang. Maka, segenap warga bersepakat membangun identitas nama Kampung Jetis.
Sedangkan toponim Kamoung Jetisharjo yang masuk wilayah Kelurahan Cokrodiningratan dapat ditelusuri riwayatnya melalui akar kata: jetis dan arjo. Istilah "arja" merujuk pustaka berjudul Tembung Kawi Mawi Tegesioun garapan Winter (1928) memuat arti prayogi, rahajeng, pantes, wewulang, bening, mulya, raras, dan bagus. Dari uraian makna dua istilah itu, dapat diterangkan Jetisharjo adalah di lokasi tersebut tempo dulu tumbuh bawang yang bermutu. Masyarakat setempat tanpa ragu menamai daerah itu dengan sebutan Jetisharjo.